Layanan Konsultansi. Program ‘Inter Religious Peace Building Program’. Guru Pendidikan Agama Menyemai Budaya Toleransi di Sekolah Bersama The Asia Foundation (TAF) dan Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII)
Periode 1. Penguatan Wawasan Keber-Agamaan dan KeragamanSCN-CREST telah melakukan layanan konsultansi kepada AGPAII
Layanan konsultansi yang diberikan adalah mendampingi AGPAII dalam melakukan program Inter Religious Peace Building- Guru Pendidikan Agama Meyemai Budaya Toleransi di Sekolah. Program ini didukung oleh The Asia Foundation (TAF).
Latar belakang diselenggarakannya program ini adalah buah dari keresahan dan keprihatinan para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) tentang semakin merebaknya kasus-kasus intoleransi di Indonesia. Kekerasan atas nama ‘agama’ menjadi hal yang lazim dan dianggap bagian dari perjuangan membela Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Namun jika ditilik lebih dalam apakah Allah SWT minta dibela hingga antar manusia harus saling membunuh atau saling merusak satu sama lain? Bukankah Ia adalah Sang Maha Pencipta, firman-Nya yang terekam sangat baik dalam Al-Quran justru menghendaki umat manusia yang beragam ini dapat hidup berdampingan secara damai tanpa membeda-bedakan? Lalu ditujukan kepada siapa gerakan intoleransi yang diakukan oleh kelompok-kelompok tertentu yang selalu merasa paling superior karena merasa paling benar dan suci? Kepentingan siapa yang dibela? Apakah gerakan mereka murni berjuang atas nama ajaran agama yang telah dinubuatkan Allah SWT atau sebagai strategi untuk menghegemoni politik? Atau sebenarnya kelompok-kelompok ini juga merupakan korban permainan politik penguasa yang ujung-ujungnya adalah kekuasaan atas sumber daya alam atau kuasa atas wilayah politik tertentu?
AGPAII sebagai organisasi yang mewadahi para Guru Pendidikan Agama Islam dengan didukung oleh TAF berinisiatif untuk mengajak masyarakat umumnya dan guru agama pada khususnya menjadi lebih kritis terhadap gerakan intoleran ini. Guru sebagai pendidik mempunyai peran strategis dalam mensosialisasikan nilai-nilai ajaran Islam yang Rahmatan Lil Alamin. Anak-anak didik generasi mendatang perlu untuk kembali diajak mensyukuri indahnya perbedaan bukan justru menciptakan segregasi yang berujung pada perpecahan.
Program ini diselenggarakan dalam kurun waktu 3 bulan, yakni Juli-September 2016, diikuti oleh 30 orang peserta, terdiri dari 13 orang guru PAI wilayah Tangerang Selatan, 12 orang guru PAI wilayah Bekasi dan 6 orang pengurus DPP AGPAII. TIM SCN-CREST yang terlibat dalam layanan konsultansi program ini adalah Wiladi Budiharga, Dini Anitasari Sabaniah dan Krisnasari Yudhanti. Program menyemai budaya toleransi di Sekolah Periode 1. merupakan kelanjutan dari pertemuan Rencana Strategis (Renstra) AGPAII untuk tahun 2016-2020 yang diselenggarakan pada bulan Januari 2016 lalu. Pertemuan RENSTRA tersebut difasilitasi oleh Tim SCN-CREST, Dini Anitasari Sabaniah dan Fr. Yohanna Tantri Wardhani.
Tujuan dari program menyemai budaya toleransi di sekolah Periode 1. ini adalah: (1) Ada rumusan implementasi Visi dan Misi AGPAII untuk mencapai ISRA (Islam Rahmatan Lil Alamin); (2) Guru Agama meningkat wawasan dan pengetahuannya tentang toleransi pada Keber-Agamaan dan Keragaman; (3) Guru Agama memiliki kemampuan menyusun rencana pengajaran PAI dan melakukan proses belajar mengajar PAI dengan menggunakan perspektif toleransi pada Keberagaman dalam Keber-Agamaan; dan (4) Terumuskan Sistem Monitoring Pengajaran PAI untuk mewujudkan ISRA (SiMPPAI).
Keempat tujuan tersebut dicapai melalui beberapa kegiatan, diawali dengan menguatkan wawasan keber-Agamaan dan Keragaman melalui seminar dan lokakarya (Semiloka). Di dalam semiloka peserta program berdiskusi bersama dengan 4 (empat) orang narasumber yang ahli dalam bidang Teologi Islam, Hak Asasi Manusia, Pengetahuan tentang Syiah dan Pemanfaatan Media Sosial untuk promosi Toleransi Keragaman dalam Keber-Agamaan, yaitu: 1) DR. Budhy Munawar-Rachman; (2) DR. Irfan Abu Bakar; (3) DR. Kholid Al-Walid (aktif di Sekolah Tinggi Filsafat Islam - Sadra); (4) Ita Khoiriyah (aktivis ‘Gusdurian’). Selain berdiskusi di dalam kelas, peserta program juga belajar, menimba ilmu dan merasakan pengalaman langsung praktik-praktik toleransi bersama dengan kelompok masyarakat Ahmadiyah yang bertempat tinggal di Desa Manis Lor kabupaten Kuningan. Di Manis Lor mereka berdiskusi dengan: Nur Halim (Ketua Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Irfan Maulana (Mubaligh JAI) dan Yusuf (Kepala Desa Manis Lor). Selain itu, peserta program juga belajar langsung melihat pengalaman praktik ‘pembelajaran inklusif’ kepada Fahmina Institut dan Institut Studi Islam Fahmina di Cirebon. Di Cirebon mereka berdiskusi dengan KH. Husein Muhammad (pendiri Fahmina Institute dan Institute Studi Islam Fahmina-ISIF), DR. Fiqihuddin Abdul Kodir (Fahmina Institut) dan KH. Marzuki Wahid (ISIF). Kegiatan dilanjutan dengan merumuskan system monitoring pengajaran PAI untuk mewujudkan ISRA atau disingkat dengan SiMMPAI.
Guru-guru PAI peserta program menunjukkan komitmennya untuk terlibat secara aktif di dalam periode 1 program ini, terlihat dari proses yang dilalui para peserta selama mengikuti rangkaian kegiatan. Perkembangan peserta pun dipantau atau dimonitor bersama-sama oleh peserta sendiri dan fasilitator dengan menggunakan SiMPPAI. SiMPPAI ini merupakan sistem monitoring yang dibangun untuk melihat perubahan perkembangan pengetahuan, kesadaran dan tindakan atau praktik-praktik Guru Pendidikan Agama Islam anggota AGPAII (AGPAII) dalam rangka mewujudkan ISRA melalui porgram ini.
Kegiatan program periode 1 diakhiri dengan pertemuan monitoring dengan agenda mengisi bersama-sama perangkat SiMPPAI, berbagi pengalaman pasca semiloka dan kunjungan. Sebagian besar peserta membuktikan telah mempraktikkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama semiloka dan kunjungan, baik di dalam lingkungan keluarga, tempat tingal, maupun lingkungan sekolah saat proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar mereka mengembangkan metode mengajar yang membuka kesempatan siswa untuk jujur dan berani berbagi tentang pengalaman keber-Agamaannya yang beragam secara aktif dan kreatif, misalnya dengan permainan, diskusi kelompok, curah pendapat, menonton film, dll.
Sejauh ini berbagai upaya yang dilakukan nampaknya telah memperlihatkan capaian yang diinginkan, namun demikian, para guru agama mencatat sekurang-kurangnya terdapat dua tantangan yang harus direspon ke depan, yakni: Pertama, stigma lingkungan yang mulai dikenakan kepada para guru peserta program ini. Mereka menjadi minoritas di antara guru dan wawasan wasakiyah yang mereka mulai kembangkan justru mendapat label kelompok JIL atau Jaringan Islam Liberal. Kedua, tantangan lainnya adalah bagaimana mereka dapat menterjemahkan pengetahuan yang mereka miliki kepada anak didik (murid) dengan cara terbuka, hubungan guru dan murid yang egaliter, serta menanamkan nilai-nilai universal agama yang mengedepankan rasa saling menghargai, saling menghormati dan selalu menjaga kerukunan baik antar maupun intra agama.
Jl. Kalibata Utara I No.38A
Kalibata - Pancoran
Jakarta Selatan 12740
T : 085311987423
E : office@scn-crest.org
W: www.scn-crest.org