• Lokalatih Pengintegrasian Perspektif Gender dalam Kelembagaan dan Program
    Lokalatih Pengintegrasian Perspektif Gender dalam Kelembagaan dan Program
  • Rapat Koordinasi JRMK (Jaringan Rakyat Miskin Kota) Jakarta
    Rapat Koordinasi JRMK (Jaringan Rakyat Miskin Kota) Jakarta

    November, 2015

  • Penguatan Pekerja Rumahan dan Organisasi Pekerja Rumahan untuk Advokasi Kerja Layak
    Penguatan Pekerja Rumahan dan Organisasi Pekerja Rumahan untuk Advokasi Kerja Layak
  • Seminar Hasil Penelitian SCN CREST - UNRISD
    Seminar Hasil Penelitian SCN CREST - UNRISD
  • Renstra SCN-CREST, Juni 2016
    Renstra SCN-CREST, Juni 2016

Strategi perempuan dalam menghadapi intoleransi, kekerasan dan fundamentalisme di Indonesia

 Peneliti SCN CREST, Dr. Sri Wiyanti Eddyono, menjadi pembicara dalam panel tentang “Gender and Counter Violence Extremist”pada tanggal 3 November 2016 di Caufield, Victoria, Australian. Panel ini diselenggarakan oleh Women and Peace Security Centre, Monash University,  Victoria Australia.

 

 

Dr. Sri Wiyanti (Iyik) memaparkan hasil penelitian tentang “Preventing  Conflict and Countering Extreme Violence through Civil Society Mobilization and Women’s Empowerment” yang diselenggarakan oleh SCN CREST kerja sama dengan Monash University, Australia dengan dukungan DFAT. Penelitian tersebut diselenggarakan tahun 2016 di empat kota, Jakarta, Yogyakarta, Cirebon dan Poso.

 

Dr. Sri Wiyanti menganalisis bahwa setiap daerah memiliki konteks yang berbeda; baik karena merupakan daerah urban atau rural, budaya keagamaan, konteks politik lokal dan khususnya dalam hubungannya dengan keberadaan dan aktivitas gerakan fundamentalism. Di setiap daerah mengalami ketegangan antara mereka yang mempromosikan ideologi fundamentalisme dan yang menolak ideologi tersebut.

 

Ada persamaan dan perbedaan bagaimana perempuan berstrategi menghadapi beragam kekerasan berbasis ideologi fundamentalism. Persamaan tersebut meliputi: pertama, sebagai hasil penelitian yang sangat penting,  perempuan telah memainkan peranan penting dalam menghadapi gerakan fundamentalism, baik secara individu maupun secara kolektif, baik melalui dan diarena pribadi dan rumah tangga (privat) ataupun di komunitas dan lebih luas (Publik). Perempuan-perempuan memainkan peran yang beragam, sebagai ibu, pendidik (guru, dosen), pekerja, anggota masyarakat, dan anggota organisasi kemasyarakatan dan agama. Hal ini karena sebagaian besar mereka mengalami kekerasan atau berhadapan langsung dengan gerakan fundamentalisme. Mereka tidak ingin kekerasan berlanjut, atau pun anak mereka hidup dalam situasi yang represif. Kedua, hampir seluruh responden perempuan memiliki budaya agama yang kuat dan sebagian besar mereka adalah anggota organisasi keagamaan. Mereka percaya yang agama mereka memberikan kerangka dan prinsip dasar tentang perilaku toleran, anti kekerasan dan perdamaian. Karenanya mereka melakukan sosialiasi, reinterpretasi agama dan termasuk menggalang kegiatan melalui organisasi keagamaan mereka. Ketiga, mereka bekerja sama dengan laki-laki. Mengikutsertakan laki-laki merupakan hal yang penting karena akan mendapat dukungan kuat dari laki-laki yang sadar dan peka gender. Keempat, adalah beragam aktivitas melalui pendidikan. Seluruh respondent menyatakan pendidikan adalah arena yang penting untuk menghentikan kekerasan dan menghadapi fundamentalisme. Pendidikan bukan arena yang netral bahkan sudah menjadi arena konflik. Sebab, banyak respondent yang menilai bahwa gerakan fudnamentalisme telah menyebarkan ideologi mereka melalui pendidikan formal dan non formal di berbagai level. Oleh karenanya strategi yang dijalankan oleh para responden adalah mempengaruhi atau membangun kurikulum baik di tingkat formal, sejak SD sampai di Universitas. Beberapa NGO perempuan membangun sekolah-sekolah perempuan atau pelatihan-pelatihan untuk perempuan. Mereka percaya bahwa menciptakan ruang untuk perempuan mendiskusikan masalah dan strategi adalah untuk pemberdayaan perempuan.

Disamping adanya persamaan, namun ada juga strategi yang berbeda yang relative unik di setiap daerah. Di Poso, aktivitas bersama perempuan di akar rumput sangat menonjol, sementara di Yogyakarta, resistensi secara langsung seperti rally atau diskusi public relative menonjol. Di Jakarta, advokasi di tingkat nasional dan fasilitasi NGO lain di luar Jakarta menjadi prioritas, sementara di Cirebon kegiatan-kegiatan untuk pemuda dan pemudi (youth) dan penguatan pesantren-pesantren sangat menarik.

 

 

Dr. Sri Wiyanti Eddyono juga menekankan pentingnya dan sangat mendesak  mendukung inisiatif yang sudah berjalan di daerah-daerah tersebut. Tidak bisa hanya mengandalkan adanya kebijakan dan program pemerintah untuk mencounter fundamentalisme. Dukungan tersebut perlu bersifat jangka panjang, tidak saja ketika terjadi konflik tapi sesudah konflik berakhir. Hal ini penting untuk mendorong pemberdayaan perempuan untuk terus melanjutkan perdamaian dan menghadapi secara kritis ideology fundamentalisme di dalam keseharian kehidupan perempuan.

 

Visitors Counter

01255942
Today
Yesterday
This Week
Last Week
This Month
Last Month
All days
91
404
2289
625580
5339
22012
1255942

Like SCN-CREST

Login